Beranda | Artikel
Sunnah-Sunnah Filiyah dalam Shalat
Selasa, 13 Desember 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Sunnah-Sunnah Fi’liyah dalam Shalat ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 18 Jumadil Awal 1444 H / 12 Desember 2022 M.

Download kajian sebelumnya: Sunnah-Sunnah Shalat

Kajian Tentang Sunnah-Sunnah Fi’liyah dalam Shalat

Sunnah-sunnah fi’liyah dalam shalat maksudnya adalah perbuatan-perbuatan yang disunahkan untuk kita lakukan di dalam shalat.

1. Sutrah

Menjadikan sutrah ada di depan kita ketika shalat. Sutrah adalah pembatas yang diletakkan oleh seseorang di depannya ketika sedang shalat sebagai batas dari tempat sujudnya. Sutrah berada persis di depan kepala ketika seseorang sedang sujud.

Sutrah bermanfaat bagi orang yang shalat, juga bagi orang yang tidak shalat. Dengan sutrah, seseorang yang shalat bisa menjaga kesempurnaan shalatnya. Karena disebutkan di dalam hadits, bahwa orang yang ketika shalat berjalan di depannya seorang wanita atau khimar atau anjing hitam, maka dikatakan shalatnya terputus. Beberapa penafsiran dari kalangan para ulama, ada yang mengatakan maksud terputus adalah shalatnya batal.

Penafsiran kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan terputus adalah terputus kekhusyukannya. Dan kalau terputus kekhusyukannya jelas akan berpengaruh pada kesempurnaan pahalanya.

Ada juga penafsiran-penaksiran lain. Yang intinya ketika seseorang dia sudah meletakkan sutrah atau pembatas di depan dia ketika shalat, maka dia bisa menjaga kesempurnaan shalatnya.

Sutrah ini sunnahnya adalah setinggi tempat duduk seseorang ketika sedang berada di atas tunggangan yang biasa digunakan oleh orang-orang di zaman dahulu. Orang-orang di zaman dahulu ketika mereka naik unta, ada tempat duduk yang ada sandarannya. Begitu pula ketika naik kuda, ada sandaran yang diletakkan di belakang. Sekitar mungkin 40-50 cm. Ini yang paling afdhal untuk sutrah. Tapi itu bukan berarti itu adalah batasan minimal. Yang penting dari sutrah ini adalah orang bisa melihat dan paham bahwa ada benda yang ditaruh di depannya sebagai batas antara dia dengan tempat sujudnya.

Di antara hadits yang menunjukkan disunnahkannya hal ini adalah sahabat Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إذا صَلَّى أحَدُكُم فَلْيُصَلّ إلى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْ سُتْرَتِهِ لا يَقْطَع الشّيطَانُ علَيهِ صَلاتَهُ

“Apabila salah seorang dari kalian menjalankan shalat, maka hendaklah dia shalat ke sutrahnya, dan hendaklah dia mendekat ke sutrah itu. Jangan sampai setan memotong shalatnya.” (HR. Ahmad)

2. Mengangkat Kedua Tangan Ketika Takbiratul Ihram

Menit ke-33:36

Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram ini bisa sejajar dengan pundak, juga bisa sejajar dengan telinga. Ini disunnahkan, walaupun di takbiratul ihram. Jadi kalau misalnya ada orang di takbiratul ihram membaca “Allahu akbar” tanpa mengangkat tangan langsung bersedekap maka tidak ada masalah. Namun selama kita masih mampu melakukan yang disunnahkan, maka lakukanlah sebisa mungkin.

Begitu pula mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk dan menuju i’tidal. Dan termasuk di antara yang disunnahkan untuk mengangkat tangan adalah ketika bangkit dari tasyahud awal.

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa ketika beliau masuk di dalam shalat, beliau bertakbir (takbiratul ihram) dan beliau mengangkat kedua tangannya. Apabila rukuk beliau juga mengangkat kedua tangan beliau. Apabila beliau bangkit dari rukuknya dan mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah” beliau juga mengangkat kedua tangannya. Apabila bangkit dari rakaat keduanya maka beliau juga mengangkat kedua tangannya. Dan sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma mengatakan bahwa itu dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

3. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada

Menit ke-39:12 Ini sunnah. Jadi kalau misalnya ada orang shalat tidak meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dada, dia lepaskan tangannya, maka ini tidak ada masalah. Dia meninggalkan sunnah, bukan kewajiban. Sehingga kalau dia tinggalkan pun tidak membatalkan shalatnya.

Dari Wail bin Hujr Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, beliau mengatakan:

صلَّيتُ معَ النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فوضعَ يدَهُ اليمنى على يدِهِ اليسرى على صدرِهِ

“Aku pernah shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan beliau ketika itu meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, beliau letakkan di atas dada beliau.” (HR. Imam Ibnu Khuzaimah dan disahihkan oleh Syaikh Albani Rahimahullah)

4. Melihat ke tempat sujud

Menit ke-43:43 Melihat ke tempat sujud ini disunahkan. Disamping ada riwayatnya, ini juga membantu orang untuk khusyuk di dalam shalatnya.

Riwayatnya dari ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anha, beliau mengatakan:

مَا خَلَفَ بَصَرُهُ مَوْضِعَ سُجُودِهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْهَا

“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memasuki Ka’bah, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujudnya sampai beliau keluar dari Ka’bah.” (HR. Al-Hakim)

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52502-sunnah-sunnah-filiyah-dalam-shalat/